MAKALAH
TEKNIK
LINGKUNGAN DAN AMDAL
“RANCANGAN INSTALASI
PENGELOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH POTONG HEWAN (RPH) AYAM DENGAN PROSES BIOFILTER”
KELOMPOK : III (2IC01)
1.
JULIAN
HERDYKA FAJRY (23415624)
2.
M.IRFAN
ANDHIKA NUGRAHA (23415959)
3.
M.RIO
RIZKY SAPUTRA (23415945)
4.
MADA
BAYU WIRATMA (23415975)
5. MALFIN ALIF SYAFRIAL (24415004)
5. MALFIN ALIF SYAFRIAL (24415004)
6.
MOCHAMMAD
RESHA (24415237)
7.
MUHAMMAD
GALANG RAMADHAN (24415609)
8.
YOSAFAT
YUDHISASMITA (27415286)
JURUSAN
TEKNIK MESIN
FAKULTAS
TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2017
DEPOK
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur sepantasnya
dipanjatkan kepada Tuhan yang maha esa, karena atas berkat rahmat dan karunia yang
dilimpahkan-Nya, maka penyusun dapat menyelesaikan laporan penelitian
pengelolaan limbah “Teknik Lingkungan & AMDAL” ini, meskipun masih terdapat
banyak kekurangan.
Laporan
penelitian pengelolaan limbah sebagai sarana untuk membina kemampuan mahasiswa,
sangat berarti bagi penyusun, selain karena praktikum material
teknik
merupakan sebuah mata kuliah pada semester tiga di jurusan teknik mesin, juga
karena dengan praktikum tersebutlah, sehingga penyusun dapat berfikir secara
kreatif untuk menganalisa berbagai permasalahan mengenai material teknik, serta menyusun laporan akhir
ini. Dalam melakukan praktikum dan menyelesaikan laporan Akhir ini, penyusun
banyak dibantu oleh orang-orang disekitar penyusun, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan laporan akhir ini dengan baik. Dengan penuh rasa hormat penyusun
menghaturkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu,
diantaranya :
1. Prof. Dr. E.S. Margianti, SE., MM.
selaku Rektor Universitas Gunadarma
2. Prof. Dr. Ir. Bambang Suryawan MT.
selaku Dekan
Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma.
3. Dr. Rr. Sri Poernomo Sari, ST.,
MT. selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas
Gunadarma.
4. Bapak Edy Susanto, ST.,MT, Selaku
Dosen Teknik Lingkungan & AMDAL.
5. Kedua Orang tua yang telah
memberikan bantuan moril maupun materil.
6. Teman-teman mahasiswa Jurusan
Teknik Mesin Universitas Gunadarma, khususnya angkatan 2015.
Pada akhirnya penyusun menyadari bahwa dalam menyusun laporan
akhir praktikum
ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna karena segala kesempurnaan hanyalah milik Allah
SWT sedangkan kekurangan adalah milik kita sebagai makhlukNya. Untuk itu,
kekurangan yang ada akan menjadi sebuah pelajaran bagi penyusun, dan penyusun
mengharapkan koreksi berupa kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca, terutama untuk perbaikan di masa
yang akan datang.
Mudah-mudahan laporan penelitian yang telah penyusun
sajikan ini dapat sangat bermanfaat khususnya bagi penyusun sendiri dan umumnya
bagi para pembaca serta mahasiswa Jurusan Teknik Mesin. Karena pada akhirnya
kelak suatu kegiatan praktikum akan menjadi salah satu tonggak pembentukan
kreatifitas mahasiswa.
Depok, 22 Januari 2017
Penulis
DAFTAR ISI Halaman
KATA
PENGANTAR............................................................................................ 2
DAFTAR ISI.......................................................................................................... 4
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang .............................................................................. 6
1.2 Rumusan
Masalah.......................................................................... 7
1.3 Tujuan
Penulisan............................................................................ 7
1.4 Ruang
Lingkup dan Metodologi Penelitian................................... 7
BAB
II LANDASAN TEORI
2.1 Proses
Pengolahan IPAL............................................................... 10
2.2 Keunggulan Biofilter
Anaerob-Aerob............................................ 11
2.3 Dampak
Limbah RPH Bagi Lingkungan Sekitar........................... 14
2.4 Keburukan Pengelolaan Limbah RPH........................................... 15
2.5 Parasitic Meat Borne Disease........................................................ 15
2.6 Food Poisioning............................................................................. 16
BAB
III DESAIN IPAL
3.1 Desain Bak PemisahLemak/Minyak.............................................. 17
3.1 Desain Bak PemisahLemak/Minyak.............................................. 17
3.2 Bak
Ekualisasi..............................................................................17
3.3 Bak Pengendapan Awal............................................................... 18
3.4 Biofilter Anaerob........................................................................... 18
3.5 Biofilter Aerob............................................................................. 19
3.6 Bak Pengendap Akhir.................................................................. 20
3.7 Media Pembiakan Mikroba......................................................... 20
3.8 Pompa Air Limbah..................................................................... 20
3.9 Pompa Air Sirkulasi.................................................................... 21
3.3 Bak Pengendapan Awal............................................................... 18
3.4 Biofilter Anaerob........................................................................... 18
3.5 Biofilter Aerob............................................................................. 19
3.6 Bak Pengendap Akhir.................................................................. 20
3.7 Media Pembiakan Mikroba......................................................... 20
3.8 Pompa Air Limbah..................................................................... 20
3.9 Pompa Air Sirkulasi.................................................................... 21
3.10 Blower Udara............................................................................... 21
3.11 Media Biofilter 21
3.11 Media Biofilter 21
BAB
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB
V PENUTUP
5.1 Kesimpulan.................................................................................. 25
5.2 Saran…........................................................................................ 25
DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Industri rumah potong hewan saat ini merupakan suatu
industri yang penting dalam memasok perediaan daging hewan ternak khususnya
ungags/ayam. Pasokan hewan ternak khususnya
unggas/ayam di Jakarta lebih dari 90% berasal
dari wilayah luar DKI Jakarta. Saat ini tempat penampungan sementara dan
tempat pemotongannya tersebar di beberapa lokasi di wilayah DKI Jakarta.
Bahkan sebagian besar berlokasi di kawasan permukiman. Di Kotamadya Jakarta
Timur sendiri, terdapat 74 buah usaha
tempat penampungan ayam (TPA) dengan
kapasitas penampungan sekitar 125.000
ekor/hari, dan 572 buah usaha pemotongan ayam dengan kapasitas potong lebih dari 40.000
ekor/hari. Pada umumnya usaha tersebut merupakan usaha skala kecil dengan kapasitas kurang
dari 100 ekor/hari/usaha. Usaha ini sebagian
besar dilakukan di rumah-rumah di kawasan padat penduduk. Hampir semua limbah dari usaha tersebut umumnya tidak diolah terlebih dahulu, akan tetapi
langsung dibuang di selokan atau sungai di sekitar rumah. Hal ini menyebabkan tercemarnya
lingkungan sekitar oleh limbah industri rumah potong hewan ternak ini. Tidak terpusatnya
aktivitas pemotongan
unggas/ayam, serta kegiatan
pemotongan yang dilakukan di rumah-rumah di kawasan padat penduduk memperparah pencemaran lingkungan
di sekitarnya yang sulit untuk
di control yang mana dapat
membahayakan kesehatan lingkungan dan warga di sekitar lokasi usaha tersebut.
Pencemaran lingkungan yang
terjadi akibat tidak terpusat dan terkontrolnya usaha rumah potong hewan ternak
ini telah meresahkan masyarakat sekitar. Masyarakat yang berada di sekitar
usaha rumah potong hewan ternak tersebut mengeluhkan terjadinya pencemaran lingkungan yang diakibatkan limbah
padat, maupun limbah cair serta bau yang kurang sedap. Limbah yang dihasilkan oleh usaha ini mencapai 150 gram/ekor limbah padat, 1
(satu) liter/ekor limbah cair,
disamping pencemaran udara dan
kebisingan. Dalam setahun
diperkirakan akan dihasilkan 2.200 ton limbah padat dan sekitar 14 juta liter limbah cair. Untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan dan pengawasan terhadap kualitas unggas potong di
DKI Jakarta, Pemerintah Jakarta
Timur melalui Suku Dinas Peternakan Jakarta
Timur berupaya melakukan sentralisasi kegiatan penampungan dan
pemotongan di kawasan industri PT JIEP di Kelurahan
Jatinegara, Kecamatan Cakung. Serta untuk mengatasi pencemaran limbah
cairnya telah dibangun instalasi pengolahan
air limbah (IPAL) rumah potong hewan tersebut.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana pengaruh biofilter anaerob-aerob terhadap
efisiensi pengolahan air limbah rumah potong ayam?
2. Apakah hasil dari pengolahan air limbah menggunakan biofilter
anaerob-aerob memenuhi
syarat sesuai dengan standar baku mutu air limbah industri?
1.3
Tujuan
1. Tujuan dari kegiatan
ini adalah merancang-bangun instalasi
pengolahan limbah cair rumah potong hewan khususnya hewan unggas dengan proses bio-filter
2. Sedangkan sasaran
yang diperoleh adalah diperolehnya teknologi pengolahan limbah cair rumah
potong hewan yang dapat mengatasi pencemaran lingkungan.
1.4
Ruang Lingkup
dan Metodologi
Penelitian :
1.
Ruang Lingkup
Lingkup
kegiatan yang dilakukan secara garis besar adalah sebagai berikut
a. Melakukan survei lokasi untuk mendapatkandata-data awal (misal, kapasitas air limbah yang
dikeluarkan)
b. Kondisi fisik kawasan,
terutama yang berkaitan dengan aspek penyehatan lingkungan.
c. Pengambilan contoh air
limbah
untuk diperiksa parameter pencemarnya.
d. Analisa data untuk pemilihan proses yang akan digunakan.
e. Membuat desain teknis
(Design Engineering) Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) rumah potong hewan (RPH). Kriteria disain dititik beratkan
pada aspek teknis, ekonomis
dan soial budaya, serta sedapat mungkin menggunakan komponen
lokal.
f. Membuat IPAL RPH khususnya
unggas/ayam.
2.
Metodologi
Penelitian:
Metodologi kegiatan ini adalah sebagai berikut :
a.
Survei Lapangan
Survei ini dilakukan untuk mengetahui
keadaan di lapangan mengenai jumlah ayam yang dipotong, jumlah limbah yang
dihasilkan, serta kondisi sosial masyarakatnya.
b.
Penentuan Lokasi
Lokasi unit alat pengolah air limbah
harus ditentukan sedemikian rupa agar didapatkan hasil
yang memuaskan, baik ditinjau dari segi teknis
maupun estetika. Sedapat mungkin lokasi ditentukan agar mengganggu pemukiman masyarakat
setempat.
c.
Ketersediaan Bahan dan Peralatan
Bahan dan peralatan yang
diperlukan untuk pembangunan unit pengolahan air limbah diharapkan dapat dengan mudah didapat di
pasaran, sehingga dapat memberikan kemudahan dalam pengerjaan pembangunan dan
biaya konstruksi dapat ditekan serendah mungkin.
d.
Rancangan dan Konstruksi
Disain unit alat pengolah air limbah dirancang berdasarkan jumlah dan
kualitas air baku, serta sesuai
dengan ketersediaan lahan yang ada. Prototipe alat pengolah air limbah tersebut
tersebut akan dirancang dalam bentuk yang kompak agar pemasangan/pembangunan serta operasinya mudah, serta diusahakan menggunakan energi sekecil mungkin.
e.
Pembangunan IPAL RPH dan Pengujian Karakteristik Alat
Setelah alat
pengolah air limbah selesaidibangun, dilakukan
pengujian karakteristik alat dan
pengujian hasil pengolahan terhadap beberapa
parameter sesuai dengan standar kualitas
limbah rumah potong
hewan.
f. Pelatihan Pengopersian Alat
Sebelum diserahkan kepada calon pengelola, dilakukan
pelatihan pengoperasian alat serta cara perawatan alat kepada calon pengelola
agar alat dapat beroperasi dengan baik dan terawat.
BAB II
LANDASAN TEORI
PROSES PENGOLAHAN
LIMBAH RPH AYAM
2.1
Proses Pengolahan IPAL
Seluruh air
limbah yang berasal dari kegiatan rumah potong hewan dialirkan melalui saluran
pembuang dan dilewatkan melalui saringan kasar (bar screen) untuk
menyaring sampah yang berukuran besar seperti sampah bulu hewan, daun, kertas,
plastik dll. Setelah melalui screen air limbah dialirkan ke bak pemisah
lemak atau minyak. Bak pemisah lemak tersebut berfungsi untuk memisahkan lemak
atau minyak yang berasal dari kegiatan pemotongan hewan, serta untuk
mengendapkan kotoran pasir, tanah atau senyawa padatan yang tak dapat terurai
secara biologis.
Selanjutnya
limpasan dari bak pemisah lemak dialirkan ke bak ekualisasi yang berfungsi
sebagai bak penampung limbah dan bak kontrol aliran. Air limbah di dalam bak
ekualisasi selanjutnya dipompa ke unit IPAL.
Di dalam unit
IPAL tersebut, pertama air limbah dialirkan masuk ke bak pengendap awal, untuk
mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran organik tersuspesi. Selain
sebagai bak pengendapan, juga berfungsi sebagai bak pengurai senyawa organik
yang berbentuk padatan, sludge digestion (pengurai lumpur) dan penampung
lumpur.
Air limpasan dari
bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak kontaktor anaerob dengan arah
aliran dari atas ke bawah, dan dari bawah ke atas. Di dalam bak kontaktor
anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan plastik tipe sarang tawon.
Jumlah bak kontaktor anaerob terdiri dari dua buah ruangan. Penguraian zat -zat
organik yang ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau
facultatif aerobik. Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter
akan tumbuh lapisan film mikro-organisme. Mikro-organisme inilah yang akan
menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap.
Air limpasan dari
bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak kontaktor aerob. Di dalam bak kontaktor
aerob ini diisi dengan media dari bahan plastik tipe sarang tawon, sambil
diaerasi atau dihembus dengan udara sehingga mikro organisme yang ada akan
menguraikan zat
organik yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan
menempel pada permukaan media. Dengan demikian air limbah akan kontak dengan
mikro-organisme yang tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada permukaan
media yang mana hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat
organik, deterjen serta mempercepat proses nitrifikasi, sehingga efisiensi
penghilangan ammonia menjadi lebih besar. Proses ini sering di namakan Aerasi
Kontak (Contact Aeration).
Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir.
Di dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa mikro-organisme diendapkan
dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur.
Sedangkan air limpasan (over flow) dialirkan ke
bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan
senyawa khlor untuk membunuh micro-organisme patogen. Air olahan, yakni air
yang keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau
saluran umum. Dengan kombinasi proses anaerob dan aerob tersebut selain dapat
menurunkan zat organik (BOD, COD), ammonia, padatan tersuspensi (SS), phospat
dan lainnya.
2.2 Keunggulan
Biofilter Anaerob-Aerob
Pengolahan air limbah dengan proses biofilm
Anaerob-Aerob mempunyai beberapa keunggulan antara lain :
1.
Pengoperasiannya mudah
Di dalam proses
pengolahan air limbah dengan sistem biofilm, tanpa dilakukan sirkulasi lumpur,
tidak terjadi masalah “bulking” seperti pada proses lumpur aktif (Activated
sludge process). Oleh karena itu pengelolaaanya sangat mudah.
2.
Lumpur yang dihasilkan sedikit
Dibandingkan
dengan proses lumpur aktif, lumpur yang dihasilkan pada proses biofilm relatif
lebih kecil. Di dalam proses lumpur aktif antara 30 – 60 % dari BOD yang
dihilangkan (removal BOD) diubah menjadi lumpur aktif (biomasa)
sedangkan pada proses biofilm hanya sekitar 10-30 %. Hal ini disebabkan karena
pada proses biofilm rantai makanan lebih panjang dan melibatkan aktifitas
mikroorganisme dengan orde yang lebih tinggi dibandingkan pada proses lumpur
aktif.
3. Dapat digunakan untuk
pengolahan air limbah dengan konsentrasi zat Organik rendah maupun tinggi.
Oleh karena di dalam proses pengolahan air limbah
dengan sistem biofilm mikroorganisme atau mikroba melekat pada permukaan medium
penyangga maka pengontrolan terhadap mikroorganisme atau mikroba lebih mudah.
Proses biofilm tersebut cocok digunakan untuk mengolah air limbah dengan
konsentrasi rendah maupun konsentrasi tinggi.
4.
Tahan terhadap fluktuasi jumlah air limbah maupun
fluktuasi konsentrasi.
Pengaruh penurunan suhu
terhadap efisiensi pengolahan kecil. Jika suhu air limbah turun maka aktifitas mikroorganisme juga berkurang,
tetapi oleh karena di dalam proses biofilm substrat maupun enzim dapat
terdifusi sampai ke bagian dalam lapisan biofilm dan juga lapisan biofilm
bertambah tebal maka pengaruh penurunan suhu (suhu rendah) tidak begitu besar.
Adanya air buangan yang melalui media kerikil yang terdapat pada biofilter
mengakibatkan timbulnya lapisan lendir yang menyelimuti kerikil atau yang
disebut juga biological film. Air limbah yang masih mengandung
zat organik yang belum teruraikan pada bak pengendap bila melalui lapisan
lendir ini akan mengalami proses penguraian secara biologis. Efisiensi
biofilter tergantung dari luas kontak antara air limbah dengan mikro-organisme
yang menempel pada permukaan media filter tersebut. Makin luas bidang kontaknya
maka efisiensi penurunan konsentrasi zat organiknya (BOD) makin besar. Selain
menghilangkan atau mengurangi konsentrasi BOD dan COD, cara ini dapat juga
mengurangi konsentrasi padatan tersuspensi atau suspended solids (SS)
ammonium dan posphor.
Beberapa
keunggulan proses pengolahan air limbah dengan biofilter anaerb-aerob yang lain
antara lain yakni :
a.
Biaya operasinya rendah.
b.
Dibandingkan dengan proses lumpur aktif, Lumpur yang dihasilkan relatif sedikit.
c.
Dapat menghilangkan nitrogen dan phospor yang dapat menyebabkan
euthropikasi.
d.
Energi untuk suplai udara aerasi relatif kecil.
e.
Dapat digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang cukup besar.
f.
Dapat menghilangan padatan tersuspensi (SS) dengan baik.
2.3
Dampak Limbah RPH Bagi Lingkungan
Sekitar
1.
Menurut Dart (1985)
Sumber utama penyebab pencemaran dari
limbah RPH adalah limbah cair, terdiri dari : faeses dan urine, darah, lemak,
air bekas pencuci karkas. Limbah padat, terdiri dari : tulang,
rambut, kuku dan bagian padat yang disaring dari limbah cair. Limbah padat kurang menyebabkan pencemaran karena
umumnya dapat digunakan & dimanfaatkan kembali dengan cara dikelola menjadi
sesuatu yang bermanfaat.
2.
Menurut Jorgensen (1979)
Type umum limbah cair RPH adalah
;imbah cair mengandung lemak, protein & karbohidart dengan konsentrasi yang
relatif tinggi. Pada umumnya limbah cair dapat diolah secara biologik.Proses pengolahan secara biologik menelan biaya yang
cukup tinggi, oleh karena limbah cair ini memiliki konsentrasi BOD5 yang lebih
tinggi dibandingkan dengan limbah cair rumah tangga, sehingga proses biologi
yang dilakukan sering menggunakan dua atau lebih tahapan pengolahan. Akibat mahalnya biaya pengolahan limbah RPH, maka
umumnya limbah RPH tanpa dikelola lebih dahulu à langsung dibuang ke sungai (dumping in water) atau dibunag begitu saja ke
atas tanah (open dumping) dan biasanya dimakan burung atau binatang lain. Hal tersebut harus
dicegah karena dapat menyebarkan penyakit dengan cepat dan dalam jarak yang
cukup jauh. Dengan semakin berkembangnya
daerah pemukiman dan industri di Kota Surabaya, maka kemungkinan terjadinya
pencemaran terhadap badan-badan air menjadi semakin besar. Pencemaran terhadap air
permukaan akan mengakibatkan makin banyaknya penggunaan air
tanah. Penggunaan air tanah yang berlebihan terutama yang berasal dari
sumur-sumur dalam (deep well) dapat mengakibatkan makin cepatnya intrusi air
laut ke dalam sumber-sumber air tanah, sehingga makin mengurangi persediaan air
bersih.
Limbah RPH dan limbah industri
lainnya mempunyai andil terbesar dalam pencemaran kali Surabaya. Berdasarkan
hasil terakhir pemeriksaan laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan
(BTKL) Pos Surabaya, menunjukkan kondisi kali Surabaya saat ini sangat
memprihatinkan. Jumlah beban yang diterima saat ini mencapai 20.000 Kg
BOD/hari. Beban pencemaran ini 17.000 Kg BOD/hari berasal dari limbah industri
dan 3.000 Kg BOD/hari dari limbah rumah tangga.
3.
Perbandingan Air Limbah dan Air Minum menurut Azwar
(1980)
Karakteristik limbah RPH yang mengandung kadar protein tinggi akan
menyebabkan penyuburan air, sehingga memungkinkan tumbuhnya tumbuhan air yang
tidak dikehendaki atau disebut dengan gulma air.Pertumbuhan gulma air yang
tidak terkendali akan merusak badan air dan menyebabkan terjadinya
pendangkalan.
Limbah organik itu bila dibiarkan tanpa dikelola, tidak hanya akan
menunjukkan keburukan.sanitasi lingkungan, melainkan juga akan menarik binatang
penyebab dan penyebar penyakit seperti insecta, rodentia dan lain
sebagainya.Banyak jenis infeksi penyakit melalui makanan (Food Borne Disease) yang ditularkan melalui daging akibat daging
terkontamin asi langsung atau tidak langsung oleh limbah RPH. Meat Borne
Disesase dapat disebabkan oleh beberapa agent seperti bakteri, jamur, virus,
protozoa dan cacing.Meat Borne Disease yang umum berjangkit disuatu tempat dan
erat hubungannya dengan
2.4
Keburukan Pengelolaan Limbah RPH
1.
Bacterial Meat Borne Diseasek Salmonellosis
Dapat timbul pada manusia akibat memakan daging yang
tercemar oleh kotoran hewan
2.
Dysentri
Disebabkan oleh daging yang tercemar bakteri yang
banyak terdapat pada limbah cair.
3.
Tuberculosis
Disebabkan oleh karena manusia memakan organ atau
daging yang menderita sakit TBC.
4.
Anthraxis
Disebabkan oleh Bacillus Anthrax, merupakan kuman yang
bersifat patogen dan membentuk spora di dalam daging.
5.
Brucellosis
Penyakit ini dipindahkan dari hewan ke manusia akibat
memakan daging yang tercemar kuman Brucella.
2.5 Parasitic Meat Borne Disease
1.
Cysticercus Bovis/ Taenia Saginata
Infeksi cacing pita ini pada orang-orang yang memakan
daging tercemar tanpa dimasak matang lebih dahulu.
2.
Cysticercus Cellulosa/ Taenia Solium
Hanya babi yang merupakan sumber infeksi Taenia Solium
pada manusia dimana babi terinfeksi oleh telur cacing yang terdapat pada
kotoran dan makanan
3.
Hydatidosis/Echinococcus
Kurangnya fasilitas pemotongan yang layak dan
pemeriksaan serta pengapkiran organ-organ tubuh yang terinfeksi Cyste Hydatid
akan menyebabkan anjing atau kucing memakan limbah tersebut. Echinococcus pada
anjing sangat berperan dalam menimbulkan infeksi dan rasa sakit pada manusia
yang dapat menimbulkan kematian.
4.
Trichinella Spiralis
Parasit ini terutama terdapat pada babi, siklus hidup
Trichinella spiralis sempurna pada induk semang. Babi terkena infeksi akibat
memakan makan sampah yang mengandung Cyste yang berasal dari limbah RPH.Manusia
terinfeksi karena memakan daging babi panggang (Grilled Meat) yang hanya matang
bagian permukaannya saja.
2.6 Food Poisioning
a.
Keracunan Staphylococcus
Disebabkan oleh Entero toksin yang diproduksi oleh
strain Staphylococcus.
Manusia keracunan karena makan daging yang seharusnya
dibuang.
b.
Keracunan Botulismus
Disebabkan oleh Exo toksin dari Clostridium Botulinum. Manusia keracunan karena makan daging yang
tercemar Clostridium Botulinum.
c.
Keracunan Clostridium
Perfringens.
Disebabkan oleh Exo toksin dari Clostridium
perfringens, manusia keracunan karena makan daging yang mengandung Exo toksin
ini, yang biasa terdapat pada daging busuk.Keracunan nitrat dan nitrit terjadi
pada hewan dan manusia karena limbah industri dan lingkungan yang tercemar
limbah organik. Di daerah yang airnya banyak mengandung nitrat, keracunan
nitrat bisa terjadi pada bayi dan hewan muda (pedet) karena flora di dalam
saluran pencernaan mampu mengolah nitrat menjadi nitrit yang
toksis(Schenider,1975).Nitrit di dalam tubuh menyebabkan terbentuknya
methemoglobin à karena methemoglobin tidak dapat
mengikat oksigen, maka akan terjadi Hipoksi aatau Anoksia.Disamping nitrit juga
mengganggu enzim-enzim untuk metabolisme protein.Nitrit juga mempengaruhi
fungsi kelenjar gondok, karena nitrit mengganggu pengambilan yodium oleh
kelenjar gondok (Mangkoewidjojo, 1985).
BAB III
DESAIN
TEKNIS IPAL
Pada desain teknis IPAL ini menjelaskan tentang bagai
mana pembuatan dari alat yang di gunakan untuk IPAL rumah potong ayam dengan
proses biofilter anaerob – aerob yang dibuat, berikut penjelasan nya :
1. Kapasitas Rencana = 400 M3 per hari.
2.
BOD Masuk = 2000 mg/lt.
3.
SS Masuk = 500 mg/lt.
4.
BOD keluar = 50 mg/lt
.
5.
SS keluar = 50 mg/lt.
3.1
Desain Bak Pemisah Lemak/Minyak
Bak pemisah lemak atau grease removal yang direncanakan adalah tipe gravitasi sederhana.
Bak terdiri dari dua buah ruangan yang dilengkapi dengan bar screen pada bagian
inletnya.
Kriteria perencanaan :
1. Retention Time : + 30 menit.
2. Dimensi Bak
Panjang : 4 m
Lebar :
1,5 m
Kedalaman air : 1,5 m
Ruang Bebas : 0,3 – 0,5 m
Desain bak pemisah lemak
dapai dilihat pada Gambar 3.
3.2
Bak
Ekualisasi
1.
Waktu Tinggal (T) : 6 jam
2.
Dimensi Bak :
Panjang : 4 m
Lebar : 1,5 m
Kedalaman efektif : 2,5 m
Tinggi
Ruang Bebas : 0.5 m
3.3
Bak
Pengendapan Awal
1.
BOD Masuk :
2000 mg/l
2.
BOD Keluar :
1200 mg/l
3.
Efisiensi :
40 %
4.
Dimensi
Lebar : 7,0 m
Panjang : 4,0 m
Kedalaman
air efektif : 2,5 m
Tinggi
ruang bebas : 0,5 m (conditional)
5.
Waktu Tinggal (Retention Time) rata-rata : 4,2 Jam
6.
Waktu tinggal pada saat beban puncak : 2,1 Jam
(asumsi jumlah limbah 2 x jumlah rata- rata).
7.
Beban permukaan (surface loading) rata-rata :
14,3 m3/m2.hari
8.
Beban permukaan pada saat puncak : 28,6 m3/m2.hari.
9.
Standar :
Beban permukaan :
20 –50 m3/m2.hari (JWWA).
3.4
Biofilter
Anaerob
1.
BOD Masuk :
1200 mg/l
2.
Efisiensi : 80 %
3.
BOD Keluar :
240 mg/l Debit Limbah : 400 m3/hari.
4.
Dimensi :
Lebar : 7,0 m
Panjang : 4,5 m
Kedalaman air efektif : 2,5 m
Tinggi ruang bebas :
0,5 m
Jumlah ruang : 2 buah
Waktu tinggal total rata2 : 9,45 jam
5.
Waktu tinggal total pada saat beban puncak : 4,7 jam
6.
Tinggi ruang lumpur : 0,4 m
7.
Tinggi Bed media pembiakan mikroba : 1,8 m
8.
Tinggi air di atas bed media : 20 cm
9.
Volume total media pada biofilter anaerob : 113,4 m3.
10.
BOD Loading :
4,23 Kg BOD/m3.hari.
11.
Standard high rate trickling filter : 0,4 – 4,7 kg BOD/m2.hari.
12.
Jika media yang dipakai mempunyai luas spesifik
+ 225 m2/m3.
13.
BOD Loading
: 18.8 g BOD/m2 per hari.
3.5
Biofilter
Aerob
1.
BOD Masuk : 240 mg/l
2.
Efisiensi :
80 %
3.
BOD Keluar :
50 mg/l
4.
Debit Limbah :
400 m3/hari
5.
Dimensi total :
Lebar :
7,0 m
Panjang : 7,5 m
Kedalaman air efektif : 2,5m
Tinggi ruang bebas :
0,5 m
6.
Jumlah Ruang :
2 buah, Ruang I untuk aerasi dan Ruang II untuk biofilter Aerob. Dimensi Ruang
aerasi : 7,0m X 2,5m X 2,5m (efektif) Dimensi Ruang
Biofilter Aerob : 7m X 5m X 2,5m (efektif).
7.
Waktu tinggal total rata-rata : + 8 jam
8.
Tinggi ruang lumpur : 0,4 m
9.
Tinggi Bed media pembiakan mikroba : 1,8 m
10.
Tinggi air di atas bed media : 20 cm
11.
Volume total media pada biofilter aerob : 63 m3.
12.
BOD Loading :
1,52 Kg BOD/m3.hari.
13.
Standard igh rate trickling filter : 0,4 – 4,7 kg
BOD/m2.hari.
14.
Jika media yang dipakai mempunyai luas spesifik
+ 225 m2/m3
15.
BOD Loading :
6,7 g BOD/m2 luas per hari.
3.6
Bak
Pengendap Akhir
1.
Dimensi :
Lebar : 7,0 m
Panjang : 4,0 m
Kedalaman
air efektif : 2,5 m
Tinggi ruang bebas : 0,5
m (sesuai
kondisi)
2. Waktu
Tinggal (Retention Time)
rata-rata : 4,2 Jam
3. Waktu
tinggal pada saat beban puncak : 2,1
Jam ( asumsi jumlah limbah 2 x jumlah rata- rata).
4. Beban
permukaan (surface loading) rata-rata :
14,3 m3/m2.hari
5. Beban
permukaan pada saat puncak : 28,6 m3/m2.hari.
6.
Standar beban permukaan :
20 –50 m3/m2.hari. (JWWA)
3.7
Media
Pembiakan Mikroba
Material :
PVC sheet
Ketebalan : 0,15 – 0,23 mm
Luas Kontak Spesifik : 200 – 226 m2/m3
Diameter lubang : 2 cm x 2 cm
Warna : hitam / transparan.
Berat Spesifik :
30 -35 kg/m3
Porositas Rongga :
0,98
3.8
Pompa
Air Limbah
1.
Pompa Utama :
Kapasitas : 400 M3/hari
(280 liter/menit)
Tipe : Pompa Celup
Total Head :
9 meter
Jumlah : 2 buah
Listrik : 500 watt, 220 volt
2.
Pompa Cadangan :
Kapasitas : 200 M3/hari
(140 liter/menit)
Tipe : Pompa Celup (Nocchi BIOX 375 A)
Total Head :
9 meter
Jumlah : 1 buah
Listrik : 375 watt, 220 volt.
3.9
Pompa
Air Sirkulasi
Kapasitas : 200 M3/hari
(140 liter/menit)
Tipe : Pompa Celup (Nocchi
BIOX 375 A)
Total
Head : 9 meter
Jumlah
: 2 buah
Listrik : 375
watt, 220 volt
3.10
Blower
Udara
Kebutuhan
Udara : 2,8 m3/menit.
Kapasitas
Tiap Blower : 1,0 m3/menit
Total
Head : 2500
mm air
Tipe : RING
BLOWER
Listrik : 1200 watt, 220 volt.
Jumlah : 3 unit.
3.11
Media
Biofilter
Media biofilter yang digunakan untuk pengolahan
air limbah tersebut adalah media dari bahan plastik PVC, tipe sarang tawon. Jumlah
tot al media yang dibutuhkan = 113,4 m3
+ 63 m3 = 176,4 m3.
Bentuk media biofilter serta spesifikasinya
dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut
Tipe
|
:
|
Sarang Tawon, cross
flow.
|
|
Material
|
:
|
PVC
|
|
Ukuran Modul
|
:
|
30cm x 25cm
x 30cm
|
|
Ukuran Lubang
|
:
|
2 cm x 2 cm
|
|
Ketebalan
|
:
|
0,5 mm
|
|
Luas Spesifik
|
:
|
150 - 225 m3/m3
|
|
Berat
|
:
|
30-35 kg/m2
|
|
Porositas Ronga
|
:
|
0,98
|
|
Warna
|
:
|
Bening transparan atauHitam
|
|
Dari hasil perhitungan disain tersebut di atas dihasilkan disain
konstruksi IPAL sebagai berikut :
a.
Bak Pemisah Lemak dan Bak Ekualisasi dapat
dilihat pada Gambar 3 .
b.
Disain Reaktor Pengolahan Air Limbah Rumah
Potong Hewan (Ayam) dapat dilihat pada Gambar 4.
c.
Gambar potongan IPAL Rumah Potong Hewan (Ayam)
dapat dilihat pada Gambar 5.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari
hasil uji coba IPAL rumah potong ayam dengan proses biofilter anaerob-aerob yang dibangun di tempat
penampungan dan pemotongan ayam di kawasan
industri PT JIEP di Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung.
Dari hasil pemeriksaan beberapa parameter kualitas air sebelum dan
sesudah pengolahan didapatkan hasil sebagai
berikut. Konsentrasi chemical oxygen demand (COD) air limbah sebelum pengolahan 558
mg/l, setelah pengolahan turun menjadi 75, 24 mg/l, dengan efisiensi penurunan sebesar 86, 52 %. Konsentrasi angka permanganat di dalam air limbah
yang masuk 304
mg/l setelah pengolahan turun menjadi 51,13 mg/ l,
dengan efisiensi penurunan 82, 85 %. Konsentrasi biochemical oxygen demand (BOD) di dalam
air limbah yang masuk 261
mg/l dan sesudah pengolahan
turun menjadi 29, 26 mg/l dengan efisiensi
penurunan 88,79 %.
Untuk
total padatan tersuspensi (TSS), konsentrasi di dalam air limbah yang masuk 373 mg/l dan
sesudah pengolahan turun menjadi 22,0 mg/l
dengan efisiensi penurunan sebesar 94,10 %. Sedangkan pH air limbah yang masuk 6,98, sesudah pengolahan naik
menjadi 7,31. Hasil selengkapnya
dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil pengukuran parameter
air limbah sebelum dan sesudah
pengolahan
No
|
Parameter
|
Influent (mg/l)
|
Olahan
(mg/l)
|
Efisiensi
(%)
|
1
|
COD
|
558
|
75,24
|
86,52
|
2
|
(Angka
KMnO4)
|
304
|
52,13
|
82,85
|
3
|
BOD5
|
261
|
29,26
|
88,79
|
4
|
TSS
|
373
|
22,0
|
94,10
|
5
|
pH
|
6,98
|
7,31
|
-
|
Hasil
tersebut di atas jika dibandingkan dengan baku mutu limbah cair industri,
perusahaan atau badan sesuai dengan keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 582
tahun 1995 sudah memenuhi syarat. Standar baku mutu limbah cair industri
berdasarkan Surat Keputusan Gubernur tersebut yakni TSS 100 mg/l, COD 100 mg/l,
angka permanganat 85 mg/l dan BOD5 75 mg/l.
Adapun
peraturan lain yang mengatur tentang air limbah adalah Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001
Berikut
adalah kutipan pasal-pasalnya :
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001
1.
Pasal 1
14. Air limbah adalah sisa
dari suatu usaha atau
kegiatan yang berwujud cair
15. Baku mutu air limbah
adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar
yang ditenggang keberadaanya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke
dalam sumber air dari suatu usaha dan atau kegiatan.
2.
Pasal 21
1. Baku mutu air limbah nasional ditetapkan dengan
Keputusan Menteri dengan memperhatikan saran masukan dari instansi terkait.
2. Baku mutu air limbah daerah ditetapkan dengan
Peraturan Daerah Propinsi dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu
air limbah nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
BAB
V
PENUTUP
5.1
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil penelitian yang telah kami dapatkan dari kunjungan kami ke suatu tempat
pengolahan air limbah rumah potong hewan (RPH), maka kami data-data dan hasil
yang terkait dari penelitian yang telah kami lakukan. Berikut ini adalah
beberapa hasil yang kami dapatkan, yaitu :
- Pengolahan air limbah rumah potong ayam dengan proses biofilter anaerob- aerob tercelup dapat dihasilkan kualitas yang cukup baik dan sudah memenuhi syarat sesuai dengan standar baku mutu air limbah industri.
- Proses pengolahan air limbah dengan biofilter anaerob-aerob mempunyai beberapa keunggulan yang lain antara lain yakni biaya operasinya rendah, dibandingkan dengan proses lumpur aktif, Lumpur yang dihasilkan relatif sedikit, kebutuhan energi untuk aerasi relatif kecil karena menggunakan kombinasi proses anaerob-aerob, dapat digunakan untuk air limbah dengan beban organik yang cukup besar, serta dapat menghilangan padatan tersuspensi (SS) dengan baik.
5.2
SARAN
Saat
melakukan proses pengolahan, dihimbau untuk rutin mengecek kondisi alat penyaringan,
seperti pada saluran pembuangan yang dilewatkan melalui saringan kasar untuk
menyaring sampah-sampah. Dan begitu juga dengan desain teknis, untuk selalu
sesuai dengan tipe dan kapasitas bak yang sesuai agar waktu pembuatan bendanya
selesai dengan waktu yang tepat dan kualitas barangnya baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. “Dinas Peternakan Perikanan Dan
Kelautan, Provinsi DKI Jakarta, Tempat Penampungan ayam Di Wilayah Jakarta
Timur”, http://www.inovasipemda.com/isi%20proyek/info/data%20substansi/DKI/KotaJaktim.html
2.
“Gesuidou Shissetsu Sekkei Shisin to Kaisetsu
“, Nihon Gesuidou Kyoukai,
1984.
3.
Fair, Gordon Maskew et.al., "
Elements Of Water Supply And Waste Water Disposal”, John Willey And Sons Inc., 1971.
4.
Gouda T., “ Suisitsu Kougaku -
Ouyouben”, Maruzen kabushiki Kaisha, Tokyo, 1979.
5.
Hikami, Sumiko., “Shinseki rosohou ni
yorumizu shouri gijutsu (Water Treatment with Submerged Filter)”, Kougyou
Yousui No.411, 12,1992.
6.
Metcalf And Eddy , "Waste Water
Engineering”, Mc Graw Hill
1978.
7. Viessman
W, JR., Hamer M.J., “Water Supply And Polution Control“, Harper & Row, New
York,1985.
Potongan
Melintang
Potongan
A-A
Gambar
5 : Gambar potongan IPAL Rumah Potong Hewan (Ayam)
Sumber
Referensi
: http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=1&ved=0ahUKEwi_7val6NfRAhVBrI8KHTLfBiwQFgglMAA&url=http%3A%2F%2Fdownload.portalgaruda.org%2Farticle.php%3Farticle%3D61930%26val%3D4559&usg=AFQjCNGLmOvvPwoXbyCvDzeQjLjaUClU_w&sig2=gqsaq9t0PghB2vm1KJV8Fg